BAB III
PERANAN PERS DALAM
MASYARAKAT DEMOKRASI
Standar Kompetensi
3. Mengevaluasi peranan
pers dalam masyarakat demokrasi
Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan pengertian, fungsi, dan peran
serta perkembangan pers di Indonesia
Menganalisis pers yang bebas dan tanggung jawab
sesuai kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia
Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak
penyalahgunaan kebebasan media massa dalam demokratis di Indonesia.
Indikator
1. Menguraikan
pengertian, fungsi dan peranan pers dalam masyarakat yang demokr atis
2. Mendeskripsikan
perkembangan pers di Indonesia
3.
Mendeskripsikan kode
etik jurnalistik
4. Menganalisis kode
etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia
5. Menguraikan upaya
pemerintah dalam mengendalikan pers
6. Menunjukkan dampak
penyalahgunaan kebebasan media massa/ pers.
7. Menguraikan manfaat pers dalam kehidupan masyarakat demokratis di
Indonesia
Uraian Materi
A.
Pengertian,
Fungsi, dan Peranan, serta Perkembangan Pers di Indonesia
1.
Pengertian Pers
Pers
berasal dari bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut press, atau
bahasa Perancisnya presse yang artinya tekan atau cetak. Istilah pers menurut
UU Pers jelas berbeda dengan jurnalistik, hubungan kemasyarakatan, atau
reporter. Di bawah ini pengertian pers menurut para ahli.
a. Kamus Umum Bahasa
Indonesia kata pers adalah :
1)
Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
2)
Alat untuk menjepit, memadatkan
3)
Surat kabar dan majalah yang berisi berita
4)
Orang yang bekerja di bidang persuratkbaran.
b. Ensiklopedi Indonesia,
pers merupakan nama seluruh penerbitan berkala yaitu koran, majalah, dan kantor
berita.
c. Ensiklopedi Pers
Indonesia, pers merupakan sebutan bagi penerbit/perusahaan/kalangan yang
berkaitan dengan media massa atau wartawan. Segala barang yang dikerjakan dengan mesin
cetak disebut pers.
d. Undang-Undang
Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang dimaksud dengan pers adalah lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia.
e. Prof. Oemar
Seno Adji
1) Pers dalam
arti sempit adalah penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita
dengan kata tertulis.
2) Pers dalam
arti luas adalah memasukkan di dalamnya semau media mass communications yang
memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun
dengan lisan.
f. L. Taufik
1) Pers dalam
arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran,majalah, tabloid, dan
buletin-buletin kantor berita. Jadi pers terbatas pada media cetak.
2) Pers dalam
arti luas mencakup semua media massa, termasuk radio, televisi, film, dan
internet.
g. Leksikon
Komunikasi, pers berarti:
1) usaha
percetakan dan penerbitan
2) usaha
pengumpulan dan penyiaran berita
3) penyiaran berita
melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi
2.
Teori-teori tentang
Pers
a.
Teori pers
otoritarian
Pers
merupakan alat penguasa untuk menyampaikan keinginanya kepada rakyat. Menurut
pendapat Mc. Quail, di dalam teori pers otoritarian disebutkan prinsip-prinsip
dasar pelaksanaan sebagai berikut :
1) Media selamanya
(akhirnya) harus tunduk kepada penguasa yang ada.
2) Penyensoran
dapat dibenarkan.
3) Kecaman
terhadap penguasa atau terhadap penyimpangan dari kebijakan resmi tidak dapat
diterima.
4) Wartawan
tidak mempunyai kebebasan di dalam organisasinya.
b.
Teori pers
libertarian
Menurut teori libertarian, pers
merupakan sarana penyalur hati nurani rakyat untuk mengawasi dan menentukan
sikap terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, pers bukanlah alat
kekuasaan pemerintah, sehingga ia harus bebas dari pengaruh dan pengawasan
pemerintah.
Dengan demikian, teori ini memandang sensor
merupakan tindakan yang inkonstitusional terhadap kemerdekaan pers. Menurut
Krisna Harahap, pers libertarian mempunyai tigas sebagai berikut:
1) Melayani kebutuhan
kehidupan ekonomi (iklan)
2) Melayani
kebutuhan kehidupan politik
3) Mencari
keuntungan (demi kelangsungan hidupnya).
4) Menjaga hak
warga negara.
5) Memberi
hiburan.
Selanjutnya Krisna Harahap menyebutkan
ciri-ciri pers yang merdeka (libertarian) adalah:
1) Publikasi
bebas dari setiap penyensoran pendahuluan,
2) Penerbitan
dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin atau
lisensi,
3) Kecaman
terhadap pemerintah, pejabat atau partai politik tidak dapat dipidana,
4) Tidak ada kewajiban
mempublikasikan segala hal,
5) Publikasi ”kesalahan”
dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal yang berkaitan
dengan opini dan keyakinan,
6) Tidak ada
batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi,
7) Wartawan
mempunyai otonomi profesional dalam organisasimereka.
c.
Teori tanggung jawab
sosial
Awal
abad ke- 20 lahirlah teori pers lain, yaitu teori tanggung jawab sosial (social
responsibility) sebagai protes terhadap teori libertarian yang mengfajarkan
kebebasan mutlak, yang dianggap telah menimbulkan kemerosotan moralmasyarakat.
Teori ini mengemukakan dasar pemikiran bahwa
kebebasan pers harus disertai dengan tanggung jawab kepda masyarakat.
Prinsip utama teori tanggung jawab sosial
menurut Krisna Harahap adalah sebagai berikut:
1) Media
mempunyai kewajiban tertentu kepada masyarakat.
2) Kewajiban
tersebut dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional
tentang keinformasian, kebenaran, obyektifitas, keseimbangan dan sebagainya.
3) Media
seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, yang
berdampak ketidaktertiban atau penghinaan terhadapminoritas etnik atau agama.
4) Media
hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan.
5) Masyarakat
diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan berbagai sudut pandang dan hak
untuk menjawab.
6) Masyarakat
memiliki hak menghrapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensidapat
dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
Komisi Kemerdekaan Pers menyatakan bahwa pers itu
harus diberi arti :
1) Bahwa kebebasan
tersebut tidaklah berarti bebas untuk melanggar kepentingan-kepentingan
individu yang lain.
2) Bahwa kebebasan harus
memperhatikan segi-segi keamanan negara.
3) Bahwa pelanggaran
terhadap kemerdekaan pers membawa konsekuensi/tanggung jawab terhadap ukuran
yang berlaku.
d.
Teori pers komunis
Menurut
ajaran Karl Marx, yaitu Marxisme/Komunisme mengemukakan bahwa teori pers
komunis merupakan alat pemerintah (partai yang berkuasa) dan bagian integral
dari negara sehingga pers harus tunduk kepeda pemerintah.
Pers
komunis berfungsi sebagai alat untuk melakukan ”indoktrinasi massa” sehubungan
dengan itu F. Rachmadi dalam bukunya ”Perbandingan Sistem Pers” (1990),
menyatakan bahwa dalam hubungan dengan fungsi dan peranan pers komunis sebagai
alat pemerintah dan partai, pers harus menjadi suatu collective propagandist,
collective agitation, dan collective organizer. Ciri-ciri pers komunis adalah :
1) Media berada
di bawah pengendalian kelas pekerja, karenanya ia melayani kepentingan kelas
tersebut.
2) Media tidak dimiliki
secara pribadi.
3) Masyarakat berhak
melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah atau menghukum
setelah terjadinya peristiwa publikasi anti masyrakat.
3.
Sistem Pers di
Beberapa Negara
a.
Sistem pers
barat (USA)
Di negara-negara barat yang
diwakili oleh Amerika dan Eropa, kebebasan pers diyakini sebagai bagian dari
kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh setiap individu. Pers Amerika Serikat
bebas dari campur tangan pemerintahnya dan demikian pula sebaliknya sehingga
terdapat persaiangan diantara pers dan pemerintah, terutama dalam hal
mengembangkan diri dan kepemimpinan.
Di sisi lain perlu dipahami pula
bahwa hubungan antara pers, pemerintah, dan masyarakat di Amerika dan Eropa
sesungguhnya dapat digambarkan sebagai ”upaya saling mengontrol”. Artinya
walaupun kebebasan yang dianut memberi kemerdekaan berekspresi, tetapi bukan
berarti semua tanpa kontrol.
Kode Etik Pers yang
disebut Canon Journalism antara lain :
1) Tanggung
jawab yaitu hak koran untuk menarik pembaca tidak dibatasi.
2) Ketulusan,
kebenaran, ketepatan yaitu kepercayaan pembaca adalah dasar bagi semua yang
dinamakan jurnalisme.
3) Netral/adil
yaitu memisahkan laporan berita dengan pernyataan pendapat.
4) Fair play
yaitu berisi larangan untuk mencampuri urusan pribadi atau perasaan seseorang
tanpa pembenaran undang-undang dan harus mengadakan koreksi lengkap berkenaan
dengan kesalahan serius mengenai fakta atau opini yang mereka buat, apapun
masalahnya.
b.
Sistem pers komunis
(Rusia)
Di dalam sistem pers komunius
dikenal adanya lembaga kontrol atau lembaga sensor yang diberi nama Glavit,
yang bertugas mengawasi bahan-bahan pers yang akan dipublikasikan dan
tugas-tugas untuk mengamankan politik ideologis dan keamanan.
Sistem pers Uni Soviet (Rusia)
tidak dapat terlepas dari tiga nama tokoh yang meletakkan dasar sistem pers
Soviet. Mereka adalah Lenin, Stalin, dan Khrushchev. Menurut Lenin pers harus
melayani kepentingan kaum buruh yang merupakan kelompok mayoritas. Lenin adalah
pencetus teori pers komunis dan Stalin adalah orang yang menerapkan ajaran
Lenin. Stalin adalah yang pribadi membuat lembaga sensor, penekanan-penekanan.
Khrushchev lebih menyadari bahwa pers ternyata dapat juga menjadi forum
pertukaran pendapat.
Fungsi pers di bekas negara Uni Soviet (Rusia)
yang ditulisn F. Rachmadi adalah :
1) Pers sebagai alat
propaganda, agitator, dan organisator kolektif.
2) Per merupakan
tempat pendidikan kader-kader komunis di kalangan massa.
3) Per bertugas
sebagai lembaga yang memobilisasi dan mengorganisir massa untuk pembangunan
ekonomi.
4) Per
menerapkan dan menyiarkan semua dekrit, keputusan, instruksi yang dikeluarkan
oleh komite sentral partai atau oleh pemerintah Rusia serta bahan publikasi
lain daripemerintah.
5) Alat untuk
melakukan kontrol dan kritik.
c.
Karakteristik pokok
pers Barat dan pers Komunis
Perbandingan Karakteristik
Sistem Pers
|
|
Pers Barat
|
Pers Komunis
|
1. Mengagung-agungkan
kebebasan pers yang seluas-luasnya, karena mereka merasa bahwa kebebasan pers
berkaitan erat dengan kebebasan politik.
2. Hubungan
pers dan pemerintah adalah saling berhadapan dengan persaingan yang sama
3. Media
massa, khususnya pers, menjadi ajang bisnis besar. Pers bebas dari campur tangan
pemerintah, demikian sebaliknya.
4. Angka sirkulasi
surat kabat sangat tinggi. Ratio antara surat kabar dengan penduduk 1 : 3 bahkan ada yang
mencapai 1 : 2
5. Mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap kehidupan sosial dan politik dalam
masyarakat.
6. Reading
habit masyarakat tinggi, ditunjang inkam perkapita yang tinggi.
7. Teknik
persurtkbaran sangat modern, ditunjang teknologi komunikasi yang canggih.
|
1. sistem pers
komunis/sosialis didadsari oleh ajaran Marxisme/leninisme.
2. Pers di tangan
partai komunis dan menjadi organ propaganda dan agitasi partai untuk mencapai
masyarakat komunis internmasional.kekuasaan ada di tangan satu partai, yaitu
partai komunis dengan sistem pengendalian media massa secara sentral.
3. Kebebasan pers
secara formal dijamin dalam konstitusi, tetapi di dalam prakteknya terdapat
penekanan-penekanan dengan
diciptakannya lembaga sensor yang
disebut GLAVIT.
4. Kebebasan hanya ada
pada kaum proletar, yaitu kaum buruh, menurut lenin sistem pers yang berlaku
di Soviet adalah pers yang melayani kepentingan kaum buruh.
5. Kebebasan individu
dibatasi dan masyarakatnya bersifat tertutup.
|
4.
Sistem Pers di
Negara-negara Berkembang
Penduduk di negara-negara sedang
berkembang dengan jumlah lebih kurang 70% dari penduduk dunia, hanya sekitar
26% yang mengonsumsi surat kabar dari total sirkulasi surat kabar di dunia. Hal
ini menunjukkan bahwa minat baca (reading habit) penduduk negara-negara
berkembang sangat rendah yang disebabkan karena angka tuna aksara (buta huruf)
masih tinggi dan pendapatan per kapita masih rewndah pula.
Ciri-ciri khusus sistem pers negara-negara berkembang
a) Sistem
persnya cenderung mengikuti sistem pers
negara bekas penjajah.
b) Pers di
negara berkembang sampai saat ini berada dalam bentuk transisi. Ia masih
berusaha mencari bentuk yang tepat atau mencari identitas.
c) Negara
berkembang umumnya sedang membangun, sehingga pers dituntut untuk berperan
sebagai agent of social change.
d) Pada umumnya,
sistem persnya menganut sistem tanggung jawab sosial (social responsibility).
e) Pada umumnya,
pers negara berkembang mengalami maslah yang sama di bidang komunikasi
5.
Sifat, Fungsi, dan
Peranan Pers
a. Sifat
Ada 6 (enam) sifat pers yang penerapannya berbeda,
diantaranya :
1) Liberal
Democration Press yaitu kebebasan yang tanpa batas (Amerika Serikat, Inggris,
dan negara-negara Eropa).
2) Communist
Press yaitu ada di negara-negara sosialis yang menganut ideologi komunis atau
Marxisme. (Rusia, Cina, Kuba, korea Utara)
3) Authoritarian
Press yaitu pers hanya untuk kepentingan penguasa dan negara yang menganut
politik fasis dimana pemerintah berkuasa secara mutlak. (Jerman masa Adolf
Hitler, Italia masa Musolini)
4) Freedom and
Responsibility Press yaitu pers bebas dan bertanggung jawab yang semula
merupakan slogan negara-negara barat.
5) Development
press (pers pembangunan) yaitu gagasan para jurnalis dari negara-negara yang
sedang berkembang (developing Countries) dengan alasan karena sedang
giat-gitnya melakukan pembangunan. (Indonesia, Asia, Afrika, dan Amerika latin)
6) Five
Foundation Press (Pers Pancasila) yaitu mencari keseimbangan dalam berita atau
tulisannya. Sifat pers Pancasila melihat segala sesuatu secara proporsional.
b. Fungsi
Menurut Kusman Hidayat dalam
tulisanya yang berjudul ”Dasar-dasar Jurnalistik/Pers” ada 4 fungsi sebagai
berikut :
1) Fungsi
pendidik
2) Fungsi penghubung
3) Fungsi
pembentuk pendapat umum
4) Fungsi
kontrol
Menurut Mochtar Lubis, di negara-negara berkembang, pers mempunyai 5
(lima) fungsi, yaitu :
1) Fungsi
pemersatu
2) Fungsi
pendidik
3) Fungsi
”public watchdog” atau penjaga kepentingan umum
4) Fungsi
menghapuskan mitos dan mistik
5) Fungsi
sebagai forum
Menurut Undang-Undang Nomor 40/1999 adalah sebagai berikut :
1) Fungsi
informasi
2) Fungsi
pendidikan
3) Fungsi
menghibur
4) Fungsi
kontrol sosial
5) Pers sebagai
lembaga ekonomi
c. Peranan
Pers
Di dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers disebutkan bahwa pers nasional melaksanakan peran
sebgai berikut :
1) Memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui.
2) Menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
3) Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4) Melakukan
pengawasan, kritik,koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
5) Memperjuangkan
kebenaran dan keadilan.
Sedangkan menurut Jacob Oetama, dalam konteks
masyarakat Indonesia pers mempunyai peranan khusus sebagai berikut :
1) Tugas untuk
memperkuat dan mengkreatifkan konsensus-konsensus dasar nasional.
2) Pers perlu
mengenali masalah-masalah sosial yang peka dalam masyarakatnya.
3) Pers perlu
menggerakan prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan
menemukn potensi-potensi yang kreatif dalam usaha memperbaiki perikehidupannya.
4) Pers
menyebarluaskan dan memperkuat rasa mampu masyarakat untuk mengubah nasibnya.
5) Kekurangan,
kegagalan, serta korupsi dilaporkan bukan untuk merusak dan membangunkan
pesimin, tetapi untuk koreksi dn membangkitkn kegairahan dan selalu melangkah
maju.
6.
Perkembangan Pres di
Indonesia
a.
Pers zaman
penjajahan Belanda
Sarahum, dalam tulisannya yang berjudul ”Perjuangan Surat Kabar Indonesia” yang
dimuat dalam sekilas ” Perjuangan Surat Kabar”, menyatakan :” Maka untuk membatasi pengaruh momok in,
pemerintah Hindia Belanda memandang tidak cukup mengancamnya saja dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Setelah ternyata dengan KUHP itu saja tidak mempan,
maka diadakanlah pula aritkel-artikel tambahan seperti artikel 153 bis dan ter.
161 bis dan te. Dan artikel 154 KUHP. Hal itu pun belum dianggap cukup,
sehingga diadakan pula Persbreidel
Ordonantie,yamg memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk
menghentikan penerbitan surat kabar/ majalah Indonesia yang dinggap berbahaya”.
Tindakan
lain di samping Persbreidel Ordonantie adalah
Haatzai Artikelen, karena
pasal-pasalnya mengancam hukuman terhadap siapa pun yang menyebarkan perasaan
permusuhan, kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia
Belanda. Akibatnya banyak korban berjatuhan, antara lain S.K. Trimurti.
b.
Pers di masa
pergerakan
Masa
pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada pada detik-detik terakhir
penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers pada
masa itu tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional bangsa Indonesia
melawan penjajahan.
Setelah
muncul pergerakan modern Budi Utomo
tanggal 20 Mei 1908, surat kabar lebih banyak berfungsi sebagai alat
perjuangan. Pers menyuarakan kepedihan,penderitaan, dan merupakan refleksi dari
isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam
perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.
Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan:
1) Harian ”Sedio
Tomo” sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di Yogyakarta, didirikan
bulan Juni 1920.
2) Harian ”Darmo
Kondo” terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo.
3) Harian ”Utusan
Hindia” terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto.
4) Harian ”Fadjar Asia”
terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim.
5) Majalah minguan
”Pikiran Rakyat” terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno.
6) Majalah berkala ”
Daulah Rakyat” dipimpin oleh Moch. Hatta dan Sutan Syahrir.
Karena
sifat dan isi pers pergerakan antipenjajahan, pers mendapat tekanan dari
pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pergerakan itu berdirilah Kantor
Berita nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.
c.
Pers di masa
penjajahan Jepang
Pada
masa penjajahan Jepang, boleh dikatakan pers nasional mengalami kemunduran
besar. Pers nasional yang pernah hidup di jaman pergerakan secara
sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yang sama yaitu mendukung kepentingan
Jepang.
Pers
di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan
bersifat pro-Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain :
a. Asia Raya di
Jakarta
b. Sinar Baru di
Semarang
c. Suara Asia di
Surabaya
d. Tjahya di
Bandung
d.
Pers di masa
revolusi fisik
Periode
revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. masa itu adalah masa
bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya
pada tanggal 17 Agustus 1945. belanda ingin kembali menduduki Indonesia
sehingga terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, pers
terbagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Pers yang
diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang
selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda).
2) Pers yang
diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik.
Beberapa contoh koran Republik yang muncul
pada masa itu, antara lain: harian ”Merdeka”, ”Sumber”, ”Pemandangan”,
”Kedaulatan Rakyat”, ”Nasional”, dan ”Pedoman”. Jawatan Penerangan Belanda
menerbitkan Pers Nica, antara lain: ”Warta Indonesia” di Jakarta, ”Persatuan”
di Bandung, ”Suluh Rakyat” di Semarang, ”Pelita Rakyat” di Surabaya, dan
”Mustika” di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) dan Serikat Pengusaha Surat Kabara (SPS) lahir. Kedua
organisasi ini mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
e.
Pers di era
demokrasi liberal (1949-1959)
Di
era demokrasi liberal, landasan kemerdekaan pers adalah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS 1949) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Dalam
Konstitusi RIS-yang isinya banyak diambil dari Piagam Pernyataan Hak Asasi
Manusia sedunia (Universal Declaration of
Human Rights)-pada pasal 19 disebutkan ”Setiap
orangberhak atas kebebasan yang mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Isi
pasal ini kemudian dicantumkan kembali dalam Undang-Undang Dasar Sementara
(1950).
Pers
di zaman liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik yang berlaku pada
waktu itu, lebih banyak menimbulkan akibat negatif daripada positif. Selama
periode tahun 1952-1959 menurut catatan Edward
C. Smith, terjadi tindakan antipers sebanyak 374 kali, dan yang
terbanyak selama tahun 1957, yaitu mencapai angka 125 kali.
f.
Pers di zaman Orde
Lama atau Pers Terpimpin (1956-1966)
Lebih
kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI yang menyatakan kembali ke UUD 1945,
tindakan tekanan terhadap pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap
kantor berita PIA dan Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po
yang dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.
Upaya
untuk membatasi kebebasan pers itu tercermin dari pidato Menteri Muda
Penerangan Maladi katika menyambut HUT Proklamasi
Kemerdekaan RI ke-14, antara lain ia menyatakan: ”...Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh
bangsa dalam malaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat,
dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945
harus ada Batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian
Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
g.
Pers di era
demokrasi Pancasila dan Orde Baru
Memasuki
era Orde Baru, pers menyambutnya dengan penuh suka cita, karena pemerintah
memberi kebebasan penuh kepada pers setelah mengalami masa traumatik selama
tujuh tahun di zaman Orde Lama. Apalagi pemberitaan menyoroti kebobrokan Orde
Lama.
Peristiwa Malari tahun 1974 menyebabkan
beberapa surat kabar dilarang terbit tujuh surat kabar terkemuka di Jakarta
(termasuk Kompas) diberangus untuk beberapa waktu dan baru diijinkan terbit
kembali setelah pemimpin redaksinya menandatangani surat pernyataan maaf.
Pers
pasca-Malari merupakan pers yang cenderung mewakili kepentingan penguasa,
pemerintah, atau negara. Pada saat itui, pers jarang, tidak pernah melakukan
kontrol sosial secara kritis, tegas dan berani.
h.
Kebebasan pers di
Era Reformasi
Pada
tanggal 21 Mei 1998 Orde Baru tumbang dan mulailah Era Reformasi. Tuntutan
reformasi bergema di semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers.
Selama rezim Orde Lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim Orde Baru,
Pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang
ancaman pencabutan surat izin terbit.
Kalangan pers mulai bernafas lega ketika di
Era Reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kendati
belum sepenuhnya memenuhi keinginan kalangan pers, kelahiran undang-undang pers
tersebut disambut gembira karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding
dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982
tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
B. Pers yang Bebas dan
Bertanggung Jawa sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam masyarakat demokratis di
Indonesia
1.
Landasan Hukum Pers Indonesia
a. Pasal 28 UUD
NRI Tahun 1945
b. Pasal 28 F UUD NRI
Tahun 1945
c. Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
d. Undang-Undang
No. 40 tahun 1999
e. Undang-Undang
No. 38 tahun 2000
2.
Norama-norma Pers
Nasional
Berdasarkan
norma-norma keserasian sosiologis yang berpedoman kepada Pancasila, pers
Indonesia dalam pola berpikir dan bekerjanya tidak akan melepaskan diri dari
nilai-nilai gotong royong yang telah menjadi ciri khas dari pandangan dan sikap
bangsa dan masyarakat.
Dalam
melaksanakan fungsinya sehari-hari, partisipasi pers dalam pembangunan
melibatkan lembaga-lembaga masyarakat lainnya yang lingkup hubungannya dapat
dibagi dua golongan yaitu, hubungan antara pers dan pemerintah, dan hubungan
antara pers dan masyarakat cq. Golongan-golongan dalam masyarakat.
Pers
dalam menjhalankan fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan umum,
kontrol sosial, dan hiburan, pers menjadi wahana bagi pembinaan pendapat umum
yang sehat. di sisi lain pers ikut menajamkan daya tangkap dan daya tanggap
masyarakat terhadap langkah-langkah yang diambil pemerintah
3.
Organisasi Pers
Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan
organisasi perusahaan pers. Organisasi ini mempunyai latar belakang sejarah,
alur perjuangan, dan penentuan tata krama profesional berupa kode etik
masing-masing. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) lahir di Surakarta yang
konggresnya berlangsung tanggal 8-9 Februari 1946 dan Serikat Penerbit Surat
Kabar (SPS) yang lahir di Serambi Kepatihan Yogyakarta pada hari Sabtu tanggal
8 Juni 1946, merupakan komponen penting dalam pembinaan pers Indonesia
Komponen sistem pers nasional adalah Dewan Pers
sebagai lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di Indonesia dan memegang
peranan penting dalam membangunn institusi bagi pertumbuhan dan perkembangan
pers.
Dewan pers melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai
berikut :
a. Melindungi
kemerdekaan pers dari campur tangan pihaklain;
b. Melakukan pengkajian
untuk pengembang pers;
c. Menetapkan dan
mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d. Memberikan pertimbangan
dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang
berhubungan dengan pemberitaan pers;
e. Mengembangkan
komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f.
Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyusun peraturan di bidang pers dalam meningkatkan kualitas profesional
kewartawanan;
g. Mendata
perusahaan pers.
Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. Wartawan yang
dipilih oleh organisasi wartawan;
b. Pimpinan perusahaan
pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
c. Tokoh masyarakat,
ahli bidang pers atau komuniukasi dipilih organisais perusahaan pers;
d. Ketua dn wakil ketua
dewan pers dipilih dari dan oleh anggota;
e. Keanggotaan dewan
pers ditetapkan dengan keputusan presiden;
f.
Keanggotaan dewan pers berlaku untuk masa tiga tahun
dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikut.
4.
Sistem Pers
Indonesia
Sistemn pers merupakan subsistem dari sistem
komunikasi, sedangkan sistem komunikasi itu sendiri merupakan bagian dari
sistem kemasyarakatan. Sistem komunikasi adalah sebuah pola tetap tentang
hubungan manusia yang berkaitan dengan proses pertukaran lambang-lambang yang
berarti untuk mencapai saling pengertian dan saling mempengaruhi dalam rangka
memuwujudkan suatu masyarakat yang harmonis.
Ciri khas sistem pers adalah sebagai
berikut :
a. integrasi
(integration)
b. keteratutran
(regularity)
c. keutuhan
(wholeness)
d. organisasi
(organization)
e. koherensi
(coherence)
f.
ketergantungan (interdependence)
bagian-bagiannya.
5.
Kode Etik
Jurnalistik dan Tanggung Jawab Profesi Kewartawanan
Pers Indonesia yang telah meletakkan dasar
kebebasan yang bertanggung jawab dalam rangka memainkan peranan strategis telah
bergabung dalam satu wadah yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang
merupakan orgnisasi wartawan di Indonesia yang dikukuhkan Pemerintah melalui
surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 47/Kep/Menpen/1975.
Penerapan pers yang bebas dan bertanggung jawb
dikembangkan dan dibina dalam suasana yang harmonisterhadaplingkungan, serta
merangsang timbulnya kreatifitas, bukan sebaliknya menimbulkan
ketegangan-ketegangan yang bersifat antagonistis.
a. Pertanggungjawaban
Pers dalam pengembangan kegiatan sehari-hari
berada dalam konteks interaksi positif antara pers dan pemerintah serta
masyarakat. Jika ada masalah dalam masyarakat, maka pers berusaha membantu
menjernihkan persoalan, malah sebaliknya memperburuk persoalan di lingkungan
masyarakat.
1) Guna
menunjang pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pers perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut :
2) Menghimpun
bahan-bahan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat.
3) Mengamankan hak-hak
peribadi untuk menghindari tirani dan membina kehidupan yang demokratis.
4) Mampu menampung dan
menyalurkan kritik dan saran yang bagaimanapun pedasnya.
5) Memberikan penerangan
melalui iklan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat tentang barang dan jasa
yang berguna dan tepat guna dari produk-produk yang ada.
6) Menghindari penyajian
bahan berita yang sensitif baik berupa gambar,ulasan, karikatur dan sebagainya
yang dapat menimbulkan ganggunan stabilitas, seperti menyangkur suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).
7) Menghindari penulisan
berita ulasan, ceritera, gambar, karikatur yang cenderung berifat pornografi
dan sadisme, kekejaman, kekerasan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral.
8) Pers dapat menyajikan
bahan siaran atau tulisan yang selalu menempatkan kepentingan nasional di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
Dalam
mempertanggungjawabkan suatu berita, pers wajib memberikan pengertian dan opini
dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat sert asas
praduga tak bersalah. Selain itu pers juga memiliki kewajiban melayani hak
jawab dan hak koreksi serta hak tolak.
1) Hak jawab
Hak
jawab adalah hak seseorang atau kelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
2)
Hak koreksi
Bahwa
wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri berhak dan wajib secepatnya
mencabut dan meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat dan
memberi kesempatan hak jawab secara proposional pada sumber dan atau obyek
berita.
3) Hak tolak
Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak
mengungkapan nama narasumber dan atau identitas sumber berita yang harus
dirahasiakan.
b.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik merupakan
aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati
oleh media pers dalam siarannya. Diantaranya kode etik jurnalistik adlah
sebagai berikut :
1) Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
2) Wartawan
Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
3) Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
4) Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5) Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6) Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7) Wartawan
Indonesia memiliki hak total untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi dari belakang, dan ”off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8) Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9) Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
10) Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau penonton.
11) Wartawan Indonesia
melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional.
M. Alwi Dahlan, Ph.D., menyebutkan bahwa ada tiga unsur yang mempengaruhi
pelaksanaan Kode etik Jurnalistik yaitu :
1) Etik
Institusiuonal,yaitu sistem aturean,peraturan, kebijakan, kendala formal yang
dikembangkan oleh institusi yang memiliki media, maupun yang mengawasi media.
Fungsinya adalah untuk mencapai tujuan institusi yang bersangkutan, seperti
penegakan ideologi, keuntungan, kekuasaan, dan sebagainya.
2) Etik Personel, yaitu
sistem nilai dan moralitas perorangan yang merupakan hati nurani wartawan,
didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan pribadi yang menimbang tindakan yang
hendak dilakukan.
3) Etik Profesional,
yaitu menentukan cara pemberian yang paling tepat sehingga informasi itumudah
diterima oleh khalayak, dalam proporsi yang wajar.kode Etik Profesional ini
adalah tolak ukur perilaku dan petimbangan moral yang disepakati bersma oleh
komunitas profesi jurnalistik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan karya yang
memenuhi kebutuhan khlayak akan informasi, namun dilakukan dengan cara tanggung
jawab sosial yang tinggi.
C.
Kebebasan
Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam masyarakat
demokratis di Indonesia
1.
Kebebasan Pers
Indonesia
Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan
pendapat, baik secara tulisan maupun lisan, melalui media pers, seperti harian,
majalah, dan buletin. Kebebasan pers dituntun tanggung jawabnya untuk
menegakkan keadilan, ketertiban, dan keamanan dalam masyarakat, bukan untuk
merusaknya. Kebebasan harus disertai tanggung jawab sebab kekuasaan yang besar
dan bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat
semena-mena. Demikian juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang
disebarkan dapat menguntungkan masyarakat luas atau memberi dampak positif pada
masyarakat dan bangsa. Inilah segi tanggung jawab dari pers. Jadi, pers diberi
kebebasan dengan disertai tnggung jawab sosial.
Selanjutnya,
Komisi Kemerdekaan Pers menggariskan lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat
modern terhadap pers, yang merupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers, yaitu
sebagai berikut:
a. Pers dituntut untuk
menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur, mendalam, dan
cerdas. Ini merupakan tuntutan kepada pers untuk menulis secara akurat dan
tidak berbohong.
b. Pers dituntut untuk
menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik, yang berarti pers diminta
untuk menjadi wadah diskusi di kalangan masyarakat, walaupun berbeda pendapat
dengan pengelola pers itu sendiri.
c. Pers hendaknya
menonjolkan sebuah gambaran representatif dari kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Hal ini mengacu pada segelintir kelompok minoritas dalam masyarakat
yang juga memiliki hak yang sama dalam masyarakat untuk didengarkan.
d. Pers hendaknya
bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai dalam
masyarakat.
e. Pers hendaknya
menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-hari. Ini berkaitan dengan kebebasan
informasi yang diminta masyarakat.
Adapun landasan hukum kebebasan pers Indonesia termaktub dalam :
a. Undang-Undang
No. 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
b.
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers.
c. Undang-Undang
No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
2.
Pers, Masyarakat,
dan Pemerintah
Hal terpenting yang harus diperhatikan
berkaitan antara pers, masyarakat, dan pemerintah
adalah sebagai berikut:
a. Interaksi
harus dikembangkan sekreatif mungkin untuk tercapainya tujuan pembangunan,
yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
b. Negara-negara
demokrasi liberal Barat berdasarkan kehidupan dan dinamikanya pada individu dan kompetisi secara
antagonis, sedangkan negara-negara komunis berdasarkan
pada pertentangan kelas yang bersifat dialektis materiil
c. Pemerintah,
pers, dan masyrakat harus dikembangkan hubungan fungsional sedemikian rupa,
sehingga menunjang tujuan bersama.
d. Hubungan
antara Pemerintah, pers, dan masyrakat sesungguhnya merupakan pengejawantahan
dari nilai-nilai Pancasila.
e. Antara
pemerintah, pers, dan masyrakat perlu dikembangkan kultur politik dan mekanisme
yang memungkinkan berfungsinya sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif
dan terbuka.
f.
Adanya kekurangan merupakan gejalaumum yang
harus kita terima bersama.
g. Dalam
hubungan antara Pemerintah, pers, dan masyrakat, otonomi masing-masing lembaga
sesuai dengan asas Demokrasi Pancasila, dihormati dan perlu dikembangkan.
h. Menurut Wilbur Schramm, pers bagi masyarakat
adalah Watcher, Forum and teacher (pengmat, forum, dan guru), maksudnya bahwa
setiap hari pers memberikan laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian
dalan dan luar negeri, menyediakan tempat (forum) bagi masyarakat untuk mengeluarkan
pendapat secara tertulis dan turut
mewariskan nilai-nilai kemasyarakatan dan generasi ke generasi.
3. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media
Buah kebebasan pers adalah ketika
pemerintah menghapus peraturan yang menghapuskan
setiap orang atau kelompok untuk memperolah izin sebelum dapat mencetak surat kabar. Akibatnya, ratusan
tabloit dan koran tumbuh dalam waktu singkat
dan tidak sedikit diantara penerbitan yang baru menjual kebohongan dan cerita-cerita jahat. Namun, beberapa
diantaranya gulung tikar setelah ditinggal pembacanya.
Kebebasan
yang telah dibuka oleh pemerintah merupakan dambaan masyarakat khususnya insan pers untuk mendapatkan
informasi seluas-luasnya secara cepat dan
tepat. Namun, dibalik itu semua ada oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan kebebasan pers, antara lain
sebagai berikut :
1. Digunakan
sebagai alat politik dari oknum tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, dengan
mengeluarkan uang yang sedikit untuk membiayai pemberitaan tersebut. Dalam hal
ini pers tidak mampu lagi menjadi alat kontrol yang baik bahkan tidak lagi
menyajikan sesuatu yang benar dan obyektif.
2. Dalam kolom
opini/pendapat yang bersumber dari sms (Short
Mesages Service) secara lugas orang dapat menyampaikan pendapatnya. Bahkan
isinya menhujat seseorang dengan tanpa beban dan tanpa merasa bahwa apa yang
ditulis itu dapat merugikan pihak-pihak tertentu.
3. Media masa
elektronik/TV menayangkan acara yang kadang-kadang jauh dari nilai-nilai
pendidikan dan hiburan itu sendiri bahkan bertabrakan dengan norma-norma
masyarakat. Contohnya: mengekspos berlebih artis yang bermaslah dalam
keluarganya (perceraian), penjahat yang melakukan sadisme.
4. Pers
digunakan sebagai alat untuk memeras pejabat atau orang kaya yang diduga
melakukan KKN untuk tidak memuat dalam media masa dengan imbalan tertentu.
Dampak negatif dari penyalahgunaan
kebebasan media masa dapat secara intern dan
ekstern.
v
Secara Intern
a. Pers tidak
obyektif, menyampaikan berita bohong lambat atau cepat akan ditinggal oleh
pembacanya
b. Ketidaksiapan
masyarakat untuk menggunakan hak jawab menimbulkan kejengkelan pihak-pihak yang
merasa dirugikan oleh pemberitaan pers akan melakukan tindakan yang anarkis
dengan merusak kantor, bahkan tindakan fisik terhadap wartawan yang
memberitakan.
v Secara
Ekstern
a. Mempercepat kerusakan
ahklak dan moral bangsa
b. Menimbulkan
ketegangan dalam masyarakat
c. Menimbulkan
sikap antipasi dan kejengkelan terhadap pers
d. Menimbulkan
sikap saling curiga dan perpecahan dalam masyarakat
e. Mempersulit
diadakannya islah/merukunkan kembali kelompok masyarakat yang sedang konflik
terimakasih, sangat membantu ;)
AntwoordVee uit