Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman yang artinya :
1. Sesungguhnya
kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan
berkorbanlah[1605].
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus[1606]. (Qs. Al
Kautsar: 1-3)
[1605] yang dimaksud berkorban di sini ialah
menyembelih hewan qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
[1606] maksudnya terputus di sini ialah terputus
dari rahmat Allah.
Syaikh
Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; yang
dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah
shalat Ied.” Pendapat ini dinukil dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul
‘Allaam, 534, Taudhihul Ahkaam IV/450, & Shahih Fiqih Sunnah
II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al
Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis).
PENGERTIAN UDH-HIYAH
Udh-hiyah
adalah hewan t
ernak yang
disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan
Shahih Fiqih Sunnah II/366)
KEUTAMAAN QURBAN
Menyembelih
qurban termasuk amal salih yang paling utama. ‘Aisyah radhiyallahu’anha
menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai
oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa
senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad
sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di
atas didla’ifkan oleh Syaikh Al Albani (Dla’if Ibn Majah, 671). Namun
kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban.
Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha
lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau seharga dengan hewan qurban,
atau bahkan lebih utama dari pada sedekah yang lebih banyak dari pada nilai
hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri
kepada Allah. Bukan semata-mata nilai binatangnya. Disamping itu, menyembelih
qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. (lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’
7/521)
HUKUM QURBAN
HUKUM QURBAN
Dalam hal
ini para ulama terbagi dalam dua pendapat: Pertama:
Wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah
Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu
pendapatnya, Laits bin Sa’ad beserta beberapa ulama pengikut Imam Malik,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak
lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu
hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408)
Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta)
namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat
kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al
Albani)
Pendapat kedua menyatakan Sunnah
Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik,
Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini
berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu.
Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak berqurban. Padahal aku
adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau
tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan
Baihaqi dengan sanad shahih). Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku
melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR.
Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada
riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.”
(lihat Al Muhalla 5/295, dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah
II/367-368, dan Taudhihul Ahkaam, IV/454).
Dalil-dalil
di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika
dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian
ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan:
“…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena
dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu
a’lam. (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120).
Yakinlah…! Bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).
Yakinlah…! Bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).
HEWAN YANG BOLEH DIGUNAKAN UNTUK QURBAN
Hewan qurban
hanya boleh dari jenis Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak). Dalilnya
adalah firman Allah yang artinya, “Dan bagi setiap umat Kami berikan
tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan
kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (Qs. Al Hajj:
34). Dalam bahasa arab, yang dimaksud Bahiimatul Al An’aam hanya
mencakup tiga binatang yaitu onta, sapi atau kambing. Oleh karena itu,
berqurban hanya sah dengan tiga hewan tersebut dan tidak boleh selain itu.
Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban
tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut (lihat Shahih Fiqih Sunnah,
II/369 dan Al Wajiz 406) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika
seandainya ada orang yang berqurban dengan jenis hewan lain yang lebih mahal
dari pada jenis ternak tersebut maka qurbannya tidak sah. Andaikan dia lebih
memilih untuk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor
kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tidak sah…” (Syarhul
Mumti’ III/409)
SEEKOR KAMBING UNTUK SATU KELUARGA
Seekor
kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh
anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang mengatakan,
“Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami)
menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”
(HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264
dan 266)
Oleh karena
itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu anggota
keluarganya tertentu, misalnya qurban tahun ini untuk bapaknya, tahun depan
untuk ibunya, tahun berikutnya untuk anak pertama, dan seterusnya. Sesungguhnya
karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.
Bahkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika
beliau hendak menyembelih kambing qurban, sebelum menyembelih beliau
mengatakan: “Yaa Allah ini – qurban – dariku dan dari umatku yang tidak
berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh
Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin
Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban,
mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.”
Adapun yang
dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan
onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh
dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dan
qurban onta hanya boleh dari maksimal 10 orang.
Namun
seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul qurban yang kekurangan biaya
untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status
qurbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul qurban. Apakah
harus izin terlebih dahulu kepada pemilik hewan? Jawab: Tidak
harus, karena dalam transaksi pemberian sedekah maupun hadiah tidak
dipersyaratkan memberitahukan kepada orang yang diberi sedekah maupun hadiah.
KETENTUAN UNTUK SAPI & ONTA
Seekor Sapi
dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor onta untuk 10 orang. Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan, “Dahulu kami penah
bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah hari
raya Iedul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor
onta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (Shahih
Sunan Ibnu Majah 2536, Al Wajiz, hal. 406).
Dalam masalah
pahala, ketentuan qurban sapi sama dengan ketentuan qurban kambing. Artinya
urunan 7 orang untuk qurban seekor sapi, pahalanya mencakup seluruh anggota
keluarga dari 7 orang yang ikut urunan.
ARISAN QURBAN KAMBING?
Mengadakan
arisan dalam rangka berqurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk qurban.
Karena hakekat arisan adalah hutang. Sebagian ulama menganjurkan untuk
berqurban meskipun harus hutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana
dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36)[1]. Demikian pula Imam
Ahmad dalam masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar orang yang tidak memiliki
biaya aqiqah agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari
ketujuh setelah kelahiran.
Sebagian
ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang dari pada berqurban.
Di antaranya adalah Syaikh Ibn Utsaimin dan ulama tim fatwa islamweb.net
dibawah bimbingan Dr. Abdullah Al Faqih (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah
no. 7198 & 28826). Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya
hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang dari pada berqurban.”
(Syarhul Mumti’ 7/455). Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang
yang tidak jadi qurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang
terlilit hutang, dan beliau jawab: “Jika di hadapkan dua permasalahan antara
berqurban atau melunaskan hutang orang faqir maka lebih utama melunasi hutang,
lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat
dekat.” (lih. Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Utsaimin
18/144).
Namun
pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena
perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang
berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika qurban terkait
dengan orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau hutang yang jatuh
temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan
pelunasan hutang dari pada qurban terkait dengan orang yang kesulitan melunasi
hutang atau orang yang memiliki hutang dan pemiliknya meminta agar segera
dilunasi.
Dengan
demikian, jika arisan qurban kita golongkan sebagai hutang yang jatuh temponya
panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berqurban dengan arisan adalah
satu hal yang baik. Wallahu a’lam.
HUKUM QURBAN KERBAU
Para ulama’
menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap
sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah 2/2975). Ada beberapa
ulama yang secara tegas membolehkan berqurban dengan kerbau. Baik dari kalangan
Syafi’iyah (lih. Hasyiyah Al Bajirami) maupun dari madzhab Hanafiyah
(lih. Al ‘Inayah Syarh Hidayah 14/192 dan Fathul Qodir 22/106).
Mereka menganggap keduanya satu jenis.
Syaikh Ibn
Al Utasimin pernah ditanya tentang hukum qurban dengan kerbau.
ISI PERTANYAAN:
“Kerbau dan sapi memiliki perbedaan adalam banyak sifat sebagaimana kambing dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau?”
ISI PERTANYAAN:
“Kerbau dan sapi memiliki perbedaan adalam banyak sifat sebagaimana kambing dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau?”
BELIAU MENJAWAB:
“Jika kerbau termasuk (jenis) sapi maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam alqur’an adalah jenis hewan yang dikenal orang arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal orang arab.” (Liqa’ Babil Maftuh 200/27)
“Jika kerbau termasuk (jenis) sapi maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam alqur’an adalah jenis hewan yang dikenal orang arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal orang arab.” (Liqa’ Babil Maftuh 200/27)
Jika
pernyataan Syaikh Ibn Utsaimin kita bawa pada penjelasan ulama di atas maka
bisa disimpulkan bahwa qurban kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dengan
sapi. Wallahu a’lam.
Terdapat
satu tradisi di beberapa lembaga pendidikan di daerah kita, ketika idul adha
tiba sebagian sekolahan menggalakkan kegiatan latihan qurban bagi siswa.
Masing-masing siswa dibebani iuran sejumlah uang tertentu. Hasilnya digunakan
untuk membeli kambing dan disembelih di hari-hari qurban. Apakah ini bisa
dinilai sebagai ibadah qurban?
Perlu
dipahami bahwa qurban adalah salah satu ibadah dalam islam yang memiliki aturan
tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari’at. Keluar dari aturan ini maka
tidak bisa dinilai sebagai ibadah qurban, alias qurbannya tidak sah. Di antara
aturan tersebut adalah masalah pembiayaan. Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, biaya pengadaan untuk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari
satu orang. Oleh karena itu kasus tradisi ‘qurban’ seperti di atas tidak dapat
dinilai sebagai qurban. Karena biaya pengadaan kambing diambil dari sejumlah
siswa.
BERQURBAN ATAS NAMA ORANG YANG SUDAH MENINGGAL?
Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi tiga bentuk:
Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi tiga bentuk:
· Orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban
utama namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Misalnya
seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya sementara ada di antara
keluarganya yang telah meninggal. Berqurban jenis ini dibolehkan dan pahala
qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya, termasuk yang sudah meninggal.
· Berqurban khusus untuk orang yang telah meninggal
tanpa ada wasiat dari mayit. Sebagian ulama madzhab hambali menganggap ini
sebagai satu hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit, sebagaimana
sedekah atas nama mayit (lih. Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 &
1765). Namun sebagian ulama’ bersikap keras dan menilai perbuatan ini sebagai
satu bentuk bid’ah, mengingat tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tidak ada riwayat bahwasanya beliau berqurban atas nama
Khadijah, Hamzah, atau kerabat beliau lainnya yang telah meninggal, mendahului
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa berqurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus tanpa ada wasiat sebelumnya adalah tidak disyariatkan. Karena Nabi tidak pernah melakukan hal itu. Padahal beliau sangat mencintai keluarganya yang telah meninggal seperti istri beliau tercinta Khadijah dan paman beliau Hamzah.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa berqurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus tanpa ada wasiat sebelumnya adalah tidak disyariatkan. Karena Nabi tidak pernah melakukan hal itu. Padahal beliau sangat mencintai keluarganya yang telah meninggal seperti istri beliau tercinta Khadijah dan paman beliau Hamzah.
· Berqurban khusus untuk orang yang meninggal karena
mayit pernah mewasiatkan agar keluarganya berqurban untuk dirinya jika dia
meninggal. Berqurban untuk mayit untuk kasus ini diperbolehkan jika dalam
rangka menunaikan wasiat si mayit. (Dinukil dari catatan kaki Syarhul Mumti’
yang diambil dari Risalah Udl-hiyah Syaikh Ibn Utsaimin 51)
UMUR HEWAN QURBAN
Dari Jabir
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan
bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq
‘alaih)
Musinnah adalah hewan ternak yang sudah dewasa, diambil dari
kata sinnun yang artinya gigi. Hewan tersebut dinamakan musinnah karena
hewan tersebut sudah ganti gigi (bahasa jawa: pow’el). Adapun rincian usia
hewan musinnah adalah:
No.
|
Hewan
|
Usia
minimal
|
1.
|
Onta
|
5 tahun
|
2.
|
Sapi
|
2 tahun
|
3.
|
Kambing
jawa
|
1 tahun
|
4.
|
Domba
|
6 bulan
(domba Jadza’ah)
|
(lihat Syarhul
Mumti’, III/410, Taudhihul Ahkaam, IV/461)
APAKAH YANG MENJADI ACUAN USIANYA ATAUKAH GANTI GIGINYA?
Yan menjadi acuan hewan tersebut bisa digolongkan musinnah adalah usianya. Karena penamaan musinnah untuk hewan yang sudah genap usia qurban adalah penamaan dengan umumnya kasus yang terjadi. Artinya, umumnya kambing yang sudah berusia 1 tahun atau sapi 2 tahun itu sudah ganti gigi. Disamping itu, ketika para ulama menjelaskan batasan hewan musinnah dan hewan jadza’ah, mereka menjelaskannya dengan batasan usia. Dengan demikian, andaikan ada sapi yang sudah berusia 2 tahun namun belum ganti gigi, boleh digunakan untuk berqurban. Allahu a’lam.
BERKURBAN DENGAN DOMBA JADZA’AH ITU DIBOLEHKAN SECARA MUTLAK ATAUKAH BERSYARAT
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. An Nawawi menyebutkan ada beberapa pendapat:
APAKAH YANG MENJADI ACUAN USIANYA ATAUKAH GANTI GIGINYA?
Yan menjadi acuan hewan tersebut bisa digolongkan musinnah adalah usianya. Karena penamaan musinnah untuk hewan yang sudah genap usia qurban adalah penamaan dengan umumnya kasus yang terjadi. Artinya, umumnya kambing yang sudah berusia 1 tahun atau sapi 2 tahun itu sudah ganti gigi. Disamping itu, ketika para ulama menjelaskan batasan hewan musinnah dan hewan jadza’ah, mereka menjelaskannya dengan batasan usia. Dengan demikian, andaikan ada sapi yang sudah berusia 2 tahun namun belum ganti gigi, boleh digunakan untuk berqurban. Allahu a’lam.
BERKURBAN DENGAN DOMBA JADZA’AH ITU DIBOLEHKAN SECARA MUTLAK ATAUKAH BERSYARAT
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. An Nawawi menyebutkan ada beberapa pendapat:
Pertama, boleh berqurban
dengan hewan jadza’ah dengan syarat kesulitan untuk berqurban dengan
musinnah. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibn Umar dan Az Zuhri. Mereka berdalil
dengan makna dlahir hadis di atas.
Kedua, dibolehkan berqurban dengan domba jadza’ah (usia 6 bulan) secara
mutlak. Meskipun shohibul qurban memungkinkan untuk berqurban dengan musinnah
(usia 1 tahun). Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama. Sedankan hadis Jabir
di atas dimaknai dengan makna anjuran. Sebagaimana dianjurkannya untuk memilih
hewan terbaik ketika qurban.
Insyaa Allah pendapat kedua inilah
yang lebih kuat. Karena pada hadis Jabir di atas tidak ada keterangan
terlarangnya berqurban dengan domba jadza’ah dan tidak ada keterangan bahwa
berqurban dengan jadza’ah hukumnya tidak sah. Oleh karena itu, Jumhur ulama
memaknai hadis di atas sebagai anjuran dan bukan kewajiban. Allahu a’lam.
(Syarh Shahih Muslim An Nawawi 6/456)
CACAT HEWAN QURBAN
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
CACAT HEWAN QURBAN
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
1. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada
4 [2]:
o
Buta sebelah
dan jelas sekali kebutaannya
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
o
Sakit dan
jelas sekali sakitnya. Tetapi jika sakitnya belum jelas, misalnya, hewan
tersebut kelihatannya masih sehat maka boleh diqurbankan.
o
Pincang dan
tampak jelas pincangnya
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
o
Sangat tua
sampai-sampai tidak punya sumsum tulang
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2
[3]:
o
Sebagian
atau keseluruhan telinganya terpotong
o
Tanduknya
pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
3. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh
dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
Footnotes:
[1] Sufyan At Tsauri rahimahullah mengatakan:
“Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta qurban. Beliau ditanya:
“Kamu berhutang untuk beli unta qurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah
berfirman: لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ (kamu memperoleh kebaikan yang banyak pada
unta-unta qurban tersebut) (Qs. Al Hajj: 36). (lih. Tafsir Ibn Katsir, surat Al
Hajj: 36)
[2] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
tentang cacat hewan apa yang harus dihindari ketika berqurban. Beliau menjawab:
“Ada empat cacat…dan beliau berisyarat dengan tangannya.” (HR. Ahmad 4/300
& Abu Daud 2802, dinyatakan Hasan-Shahih oleh Turmudzi). Sebagian ulama
menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangannya
ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan
termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadis boleh digunakan sebagai
qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/464)
[3] Terdapat
hadis yang menyatakan larangan berqurban dengan hewan yang memilki dua cacat,
telinga terpotong atau tanduk pecah. Namun hadisnya dlo’if, sehingga sebagian
ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai
untuk qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/470)
Casino of Vegas - Mapyro
AntwoordVee uitSearch for 경주 출장샵 Casino of Vegas, Las Vegas in real-time and see 경상남도 출장마사지 activity. 강원도 출장샵 777 Casino Drive. Las Vegas, 여주 출장안마 NV 89169. 김해 출장안마 star.