Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani
Akhirnya
membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk
surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat
kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku
inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang
waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita
Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia
memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis
dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca
dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak
berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan
beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.
Emansipasi sejatinya hanyalah salah satu jalan yang digunakan oleh
musuh-musuh Islam untuk mempreteli bahkan mengubur syariat Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Al-Qur`an dan hadits ditelikung, dipahami sepotong-sepotong, untuk
kemudian ditafsirkan secara sembrono. Syariat bahkan dianggap sebagai ajaran
lama yang perlu direkonstruksi atau dikontekstualisasikan. “Ahli” tafsir dan
hadits yang menjadi rujukan, siapa lagi kalau bukan kalangan akademisi Barat.
Kata emansipasi bukan lagi
menjadi kata yang asing di telinga masyarakat. Kata ini menjadi lekat seiring
era keterbukaan di setiap lini kehidupan. Slogan emansipasi seakan menjadi taji
bagi setiap wanita. Ketertindasan, keterkungkungan, keterbelakangan dan
ketiadaan harkat menjadi belenggu kaum wanita. Kehidupan wanita seakan
terpasung di tengah eksploitasi kaum Adam terhadapnya. Sebagian wanita pun
menjadi gamang menatap rona kehidupan. Hilang keyakinan diri untuk menapaki
laju zaman.
Di tengah kepungan kemelut,
wanita pun tersulut bangkit. Mendobrak tatanan yang ada, meneriakkan
slogan-slogan persamaan. Mencoba memberangus keterpurukan nasibnya. Maka,
lamat-lamat teriakan itu terus bergulir. Menggelinding bak bola salju. Presiden
Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, pun ikut berbicara. Melalui
bukunya yang berjudul Sarinah, ia menguak sejarah kelam kehidupan wanita di
belahan Eropa, terkhusus Perancis. Dituturkan bahwa 6 Oktober 1789 merupakan
tonggak awal munculnya aksi-aksi para wanita. Mereka menyuarakan kesetaraan
jender. Menuntut perlakuan yang sama dengan kaum pria. Pemberontakan kaum
wanita Perancis dilatari perlakuan sewenang-wenang berbagai pihak terhadap para
wanita. Mereka diperlakukan tidak adil, dihinakan, bagai seonggok tubuh yang
tiada lagi guna. Setelah aksi para wanita Perancis, 6 Oktober 1789, di depan
Gedung Balai Kota Paris yang lantas bergeser ke depan istana raja, Versailles,
bermunculan organisasi-organisasi kewanitaan. Menjamurnya berbagai organisasi
kewanitaan tak semata di Perancis, tapi menyebar ke Inggris, Jerman, dan
belahan Eropa lainnya. Gaung slogan emansipasi pun makin membahana.
Dari kacamata sejarah, gerakan emansipasi kelahirannya
berawal dari akibat rasa ‘frustrasi’ dan ‘dendam’ terhadap sejarah kehidupan
Barat yang dianggap tidak memihak kaum perempuan. Supremasi masyarakat yang
feodal pada abad ke-18 di Eropa, dominasi filsafat dan teologi gereja yang
cenderung meremehkan dan melecehkan kaum wanita, telah ikut andil menyulut
kemarahan kaum wanita untuk menyuarakan gagasan-gagasan tentang emansipasi.
Tuntutan persamaan, kebebasan, dan pemberdayaan hak-hak perempuan terus
diletupkan seiring dengan semangat pemberontakan terhadap dominasi dan
kekuasaan gereja oleh para pemikir ilmu pengetahuan. Inilah yang dikenal dalam
lintasan sejarah sebagai masa renaissance (revolusi ilmu pengetahuan). Masa itu
merupakan masa ‘rame-rame’ menggoyang arogansi gereja.
Begitulah awal lahir gerakan emansipasi. Kini,
emansipasi telah menjadi bara di mana-mana. Semangat untuk menyetarakan diri
dengan kaum Adam sedemikian dahsyat. Hingga melupakan batas-batas kesejatian
diri sebagai kaum Hawa. Seakan tak mau peduli, bahwa antara wanita dan pria
memiliki beragam perbedaan. Entah perbedaan yang bersifat psikis (kejiwaan),
emosional, atau yang berkenaan dengan struktur fisik. Lantaran arus deras
gerakan emansipasi, hal-hal mendasar seperti di atas menjadi terabaikan. Maka,
gerakan emansipasi yang telah digulirkan menjadi alat perusak masyarakat.
Perjuangan untuk menaikkan harkat dan martabat kaum wanita, menjadi perjuangan
untuk menggerus sistem sosial yang ada. Ironisnya, sebagian kaum muslimah
terprovokasi gerakan ini. Tanpa memahami latar belakang sejarah gerakan
emansipasi, mereka ikut-ikutan meneriakkan persamaan hak. Yang lebih tragis,
mereka menuntut persamaan hak dalam setiap sisi aturan agama. Bahkan, untuk
menjadi khatib Jum’at pun mereka tuntut. Mereka menggugat, bahwa khatib Jum’at
bukan monopoli kaum pria semata. Sudah sejauh ini pemahaman emansipasi
menggayut di benak sebagian kaum muslimah. Ke depan, bisa saja mereka menggugat
agar kaum wanita tidak haid dan nifas.
Gerakan emansipasi wanita yang salah kaprah ini
menjadi preseden buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Kehidupan yang karut-marut
inilah yang dicitakan Iblis la’natullah alaih. Dengan menyusupkan
gagasan-gagasan destruktif (yang merusak), Iblis berupaya menarik kaum hawa ke
dalam kubangan kehancuran. Para wanita yang telah rusak pemikiran, perilaku,
akidah, akhlak dan paham agamanya inilah yang disukai Iblis.
Menurut
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam, yang kali pertama menyerukan
nilai-nilai kebebasan wanita adalah Iblis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ. وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ
“Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya
untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu
auratnya, dan setan berkata: ‘Rabb kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon
ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi
orang yang kekal (dalam surga).’ Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya:
‘Sesungguhnya saya adalah termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepada kamu
berdua’.” (Al-A’raf: 20-21)
Maka Iblis pun memalsukan hakikat senyatanya kepada
Adam dan Hawa. Memakaikan sesuatu yang haq kepada sesuatu yang batil dan
mengenakan kebatilan terhadap kebenaran. Lantas, apakah buah dari bisikan dan
sumpahnya? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا
وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا
رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu)
dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
surga. Kemudian Rabb mereka menyeru mereka: ‘Bukankah Aku telah melarang kamu
berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: Sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’.” (Al-A’raf: 22)
Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
anugerahkan kepada bapak kita Adam dan ibu kita Hawa, dengan (keduanya)
melakukan taubat nashuha. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: ‘Ya Rabb kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi’.”
(Al-A’raf: 23)
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ
كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kemudian
Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah: 37)
Selanjutnya, menurut Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam
hafizhahullah, seruan (untuk menghancurkan nilai wanita) diistilahkan dengan
banyak nama. Seperti Tahrirul Mar`ah (Kebebasan Wanita), yaitu yang arahnya
membebaskan dan mengeluarkan muslimah dari Islam. Atau dengan nama An-Nahdhah
bil Mar`ah (Kebangkitan Wanita), yaitu mengarahkan sikap membebek terhadap para
wanita kafir, Barat atau Eropa. Juga dengan istilah Tathwirul Mar`ah
(Pemberdayaan/Pengentasan Kaum Wanita). Istilah-istilah ini sengaja disebar
kaum kafir dan orang-orang yang menyimpang dari Islam dan (istilah ini) tidak
terkait dengan Islam. (Mu’amaratul Kubra ‘alal Mar`atil Muslimah, 1/21-22)
Yahudi, sebagai kaki tangan Iblis di muka bumi ini,
mengungkapkan pula tekadnya untuk menghancurkan kaum wanita melalui
slogan-slogan terkait emansipasi. Ini sebagaimana terungkap dalam Protokolat
Para Hakim Zionis, bahwa sesungguhnya kalimat-kalimat yang bersifat meruntuhkan
(menghancurkan), yang merupakan syi’ar-syi’ar kami adalah kebebasan, persamaan,
dan persaudaraan. (idem, hal. 24) Maka, gerakan emansipasi memancangkan
jargon-jargon perjuangan dengan menggunakan kebebasan wanita dan persamaan hak
antara kaum wanita dan pria. Dengan istilah lain, memperjuangkan penyetaraan
jender.
Timbul
pertanyaan, mengapa kaum wanita dijadikan bidikan Yahudi (bahkan Nasrani) untuk
menghancurkan masyarakat Islam? Menurut Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam, salah
seorang ulama terkemuka Yaman:
Pertama,
kaum muslimah umumnya lebih minimal dalam urusan agama Allah Subhanahu wa
Ta’ala dibandingkan pria. Karena tingkat pemahaman agama yang minim tersebut
sehingga mudah terprovokasi untuk menerima hal-hal yang merusak.
Kedua,
Yahudi dan Nasrani memandang bahwa menghancurkan wanita merupakan dasar bagi
kehancuran berbagai sisi lainnya. Sebagaimana pula bila adanya perbaikan
terhadap kaum wanita, maka akan membawa dampak kebaikan bagi lainnya.
Ketiga,
Yahudi dan Nasrani berpendapat, apabila tersingkap wajah kaum wanita, maka akan
tersingkap pula aurat lainnya bila kaum wanita itu berbaur dengan kaum pria.
Keempat,
mereka memandang bahwa muslimah lebih cenderung khianat dan bertindak merusak
terhadap suami. Ini sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari rahimahullahu (no.
3330 dan 3399) dan Muslim rahimahullahu (no. 1470) dari hadits Abu Hurairah z.
Ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
وَلَولَا حَوَّاءُ لَـمْ تَخُنْ أُنْثَى زَوْجَهَا
“Dan
seandainya bukan (karena) Hawa, seorang istri tidak akan mengkhianati
suaminya.”
Pengertian
hadits ini bahwa Hawa menerima ajakan Iblis sebelum bapak kita, Adam
‘alaihissalam. Kemudian Adam pun terbujuk, terjatuhlah ia pada tindak maksiat.
Ini karena adanya sikap khianat para wanita, kecuali yang dirahmati Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman berkenaan dengan istri
Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihimassalam:
ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ
كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ
يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلاَ النَّارَ مَعَ
الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang
shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua
suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari
(siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke neraka bersama
orang-orang yang masuk (neraka)’.” (At-Tahrim: 10) [Mu’amaratul Kubra ‘alal
Mar`atil Muslimah, 1/147-148]
Kalau manusia mau membuka mata, walau sejenak, akan
didapati pelajaran yang demikian berharga. Akan nampak secara transparan,
betapa mereka yang termakan dengan gagasan-gagasan emansipasi, justru mengalami
keterpurukan. Berapa banyak rumah tangga tidak terbina secara harmonis lantaran
salah satu (atau bahkan keduanya) pasangan suami istri terjerat zina di tempat
kerja. Berapa banyak pula lapangan kerja yang diisi kaum wanita, padahal bila
diisi kaum pria akan dapat mengurangi angka pengangguran. Dengan demikian,
berapa juta istri dan anak-anak bisa ternafkahi bila laki-laki mendapatkan
pekerjaan. Inilah fenomena sosial yang tentu saja tidak bisa lepas dari dampak
gerakan emansipasi. Masih banyak lagi ketimpangan sosial akibat gerakan
emansipasi yang liar dan tak terkendali.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking